Di
rumahku ada ruang bawah tanah. Tapi aku tidak pernah membuka pintunya, apalagi
memasukinya. Entah mengapa aku tidak begitu tertarik. Kupikir paling-paling
isinya hanya barang-barang bekas milik ayah - mesin ketik tua, pakaian-pakaian
lusuh, sepatu-sepatu kumal, dan barang-barang elektronik yang sudah rusak.
Yang
ada di benakku sejak lama adalah semua rumah pasti memiliki tempat seperti itu.
Tapi sewaktu bermain dengan anak-anak tetangga, aku baru tahu bahwa tak seorang
pun yang memiliki gudang bawah tanah di rumah mereka. Timbul rasa ingin tahu.
Malam hari menjelang tidur, aku bertanya tentang ruangan itu pada ayah.
Aku
tercengang. Kata ayah ruangan itu dihuni oleh makhluk halus bernama Mbah Suro.
Bulu kudukku berdiri, sehingga aku minta kepada ayah agar jangan meninggalkan
kamarku sebelum aku pulas. Lampu juga harus tetap menyala. Aku membayangkan
sosok lelaki tua renta dengan rambut putih panjang yang menyentuh lantai.
Semenjak
mendengar cerita itu pikiranku tak pernah lepas dari ruang bawah tanah dan Mbah
Suro. Pernah aku membayangkan Mbah Suro yang sedang mengaduk bejana besar
dengan air mendidih. Asap mengepul, menyebarkan aroma daging manusia yang
sebentar lagi akan disantapnya.
Suatu
hari, ketika hendak menuju dapur, aku seperti mendengar suara perempuan
merintih. Rasa penasaran timbul, diselingi rasa ragu. Kudekati pintu ruang
bawah tanah, dan kucoba melihat ke dalam melalui lubang kunci. Gelap terlihat.
Sambil menarik napas dan berdoa kutekan gagang pintu. Keras. Lalu kulekatkan
telinga kananku ke daun pintu untuk mendengarkan suara itu lagi. Sesaat tak
terdengar apa-apa, hanya jantungku yang berdentum tak karuan. Tiba-tiba rumah
seolah semakin sunyi dan ada angin yang menyapu kudukku. Secepat kilat aku
kabur dari tempat itu.
Khayalanku
semakin menjadi-jadi. Kepada teman-teman sepermainan aku sering bercerita bahwa
di rumahku ada hantu bernama Mbah Suro. Aku juga menambah cerita bahwa makhluk
itu memiliki mata hijau yang bisa bersinar dalam gelap. Semua temanku percaya,
sehingga tak seorang pun yang mau datang ke rumahku.
Bukan
hanya pada teman-teman sepermainan, aku juga bercerita pada semua orang -
penjaja es keliling, tukang bakso, penjual kue, pemilik warung di ujung gang,
tukang sayuran dan guru-guru di sekolah. Hingga pada suatu malam ayah datang ke
kamarku.
"Anakku,
kenapa kamu cerita tentang Mbah Suro ke semua orang?"
Aku
memandang wajah ayah. "Kamu terlalu memikirkan cerita ayah."
"Mengapa
Mbah Suro ada di rumah kita, Ayah?"
"Ceritanya
panjang, Anakku."
"Tolong
ceritakan, Ayah."
Ayah
menarik napas. "Asal kamu berjanji untuk tidak memikirkan Mbah Suro lagi
dan jangan cerita pada siapa pun."
"Aku
berjanji."
Ayah
kemudian bercerita:
Mbah
Suro dulunya adalah dewa yang tinggal di kayangan. Suatu ketika ia ditugaskan
ke bumi untuk membuat dunia ini aman. Ia berwujud seorang pria. Wujud inilah
yang lambat laun membuat sifat manusia melekat pada dirinya dan ia jatuh cinta
dengan gadis cantik berbulu mata lentik. Ini membuat misinya tidak berhasil,
dan ia diperintahkan untuk kembali ke kayangan.
Mbah
Suro tidak bisa menghapus bayangan gadis itu. Bulu mata lentiknya selalu
terbayang. Selama beberapa bulan ia terus memohon agar dikembalikan ke bumi,
dan akhirnya keinginan itu dikabulkan. Dengan perasaan berbunga-bunga Mbah Suro
segera menemui gadis pujaannya. Tapi ternyata gadis itu sudah menikah.
Mbah
Suro sangat kecewa. Ia mencoba menemukan gadis lain. Tapi setelah lima tahun
pencarian, tak seorang pun yang menyamai gadis berbulu mata lentik itu. Mbah
Suro putus asa, dan akhirnya ia bunuh diri. Karena ia adalah setengah manusia
dan dewa, rohnya tidak bisa langsung kembali ke kayangan. Ia harus menunggu
selama seribu tahun. Sejak itulah ia mendiami ruang bawah tanah.
"Itulah
kenapa ayah selalu mengunci pintu ruang bawah tanah. Jangan pernah mencoba
untuk memasukinya, atau kamu akan menemui makhluk berumur lebih dari tiga ratus
tahun. Sangat menyeramkan dengan rona kesedihan abadi."
Aku
langsung terpejam. Kutarik selimut hingga menutupi kepalaku.
* * *
Aku berhenti
memikirkan ruang bawah tanah dan Mbah Suro saat masuk SMP. Tapi aku merindukan
figur seorang ibu. Ketika kutanyakan ayah apa yang sebenarnya terjadi pada ibu,
ayah berkata bahwa aku tidak perlu memikirkan ibu karena ia telah berada di
suatu tempat yang aman.
"Tempat
apa, Ayah?"
"Tempat
dimana tak seorang pun bisa melukai perasaannya."
Aku
tak mengerti, tapi aku hanya diam.
Ayah
kembali bercerita tentang Mbah Suro. Tapi aku sudah tidak tertarik lagi. Cerita
ayah yang dulu kuanggap sebagai akal-akalan saja agar aku tidak menjadi anak
nakal. Ayah akhirnya tak lagi bercerita tentang ruang bawah tanah dan Mbah
Suro. Kisah itu adalah bagian dari masa kecilku yang kuanggap sebagai dongeng
sebelum tidur.
Hidupku
terasa sepi. Ayah selalu pulang malam hari. Untuk membunuh rasa sepi, aku
menghabiskan waktu dengan membaca cerita silat. Aku seperti kecanduan, hingga
aku jarang berbicara pada ayah. Tapi ia selalu memberikan apa yang kuminta.
Hari
berlalu. Aku mulai naksir teman di sekolah. Setelah sekian lama kupendam
perasaan itu, kuberanikan diri untuk berterus terang. Ia menolak cintaku. Aku
sangat kecewa. Berjam-jam kupandangi wajahku di cermin. Apakah aku jelek? Tapi
pemilik warung di ujung gang bilang bahwa aku tampan seperti ayahku.
Suatu
hari aku lewat di depan rumah tetangga yang sangat percaya mistik. Aku terkejut
karena tiba-tiba ada yang menarik lenganku. Aku diminta duduk di kursi tamu.
Kupandangi wajah kotaknya saat ia berkata bahwa ketampanan dan jiwa mudaku
telah diserap oleh ayah. Itulah mengapa sampai saat ini ayah masih tetap muda
dan disukai banyak wanita. Sedangkan aku sampai kapan pun tak akan pernah
dicintai wanita.
Aku
menganggap itu hanya kelakar saja dan ia cemburu melihat ayah yang berwajah
tampan. Tapi lambat laun pikiran itu mengusik hatiku karena hampir setiap hari
libur ada saja wanita yang bertandang ke rumahku. Mereka selalu bercakap-cakap
dengan ayah di ruang tamu. Kadang-kadang kudengar tawa mereka.
Ayah
selalu mengenalkan tamu wanitanya kepadaku. Mereka semua bilang bahwa aku juga
sangat tampan. Awalnya aku merasa terhibur, tapi lama-kelamaan aku menganggap
itu hanya pujian untuk menarik hatiku. Mulai saat itu aku memasang wajah
cemberut saat diperkenalkan kepada tamu ayah, meskipun kutahu ayah tidak suka
dengan sikapku.
"Anakku,
kamu harus sopan dengan tamu-tamu ayah. Siapa tahu salah satu dari mereka akan
menjadi ibumu." Kata ayah suatu malam saat aku sedang membaca cerita silat
di tempat tidur.
Aku
diam saja. Ayah mengusap rambutku sebelum pergi.
* * *
Tamat
SMA aku pergi ke ibu kota untuk kuliah. Aku jarang menghubungi ayah karena
sibuk dengan pelajaran dan kegiatan kampus. Sesekali ayah menghubungiku,
menanyakan tentang kuliah, kesehatan dan biaya hidup. Aku bilang pada ayah
untuk tidak khawatir karena aku mendapat beasiswa dan bekerja paruh waktu.
Lima
tahun kemudian aku lulus, dan langsung bekerja sebagai reporter di sebuah
stasiun televisi. Tugas-tugas peliputan membawaku pergi ke berbagai tempat,
hingga ke manca negara. Aku semakin sibuk dan semakin jarang menghubungi ayah.
Lambat laun hubungan kami seperti terputus.
Kadang-kadang
aku seperti lupa bahwa aku masih memiliki seorang ayah. Kadang pula ingatan
akan ayah muncul saat aku sedang tidak sibuk bekerja. Tapi aku seolah merasa
bahwa ia sudah menikah lagi dan memiliki beberapa anak. Itulah mengapa ia juga tak
pernah lagi menghubungiku.
Aku
merasa sudah waktunya untuk berumah tangga. Tapi anehnya setiap wanita yang
kuajak menikah selalu menolak, meskipun mereka sangat dekat denganku
sehari-hari. Ada-ada saja alasannya. Aku jadi teringat kata-kata tetanggaku.
Apakah memang benar ketampananku telah diserap oleh ayah? ayah menghubungiku
dan memintaku untuk pulang. Setibanya di rumah, kulihat ayah sedang duduk di
kursi goyang. Ia masih tampan, tapi tubuhnya terlihat lemah.
"Anakku,
maafkan ayah."
"Aku
yang seharusnya minta maaf. Aku telah meninggalkan Ayah begitu lama." Aku
hampir menangis melihat tangan ayah yang gemetar.
"Tidak,
Anakku. Selama ini ayah telah bersekutu dengan iblis."
"Apa
maksud Ayah?"
"Mari
kita ke ruang bawah tanah. Akan ayah tunjukkan sebuah rahasia. Ayah ingin mati
dengan perasaan tenteram dan damai."
Ruang
bawah tanah? Seketika kenangan tentang Mbah Suro mencuat.
Ayah
membuka pintu yang selama ini digembok. Aku mengikuti langkah ayah yang sangat
pelan. Rupanya ada undakan-undakan seperti anak tangga yang menurun. Aku dapat
mendengar napas ayah di kegelapan. Napas itu sudah sangat lemah.
Saat
aku menginjak undakan terakhir, ayah menyalakan lampu. Terlihat peti kayu besar
di tengah ruangan. Ayah sudah berada di samping peti itu. Ia sekilas memandang
ke arahku. Mata ayah seperti mata kucing di kegelapan, tetapi tidak menakutkan.
Aku
masih tetap berdiri di undakan terakhir sambil tanganku memegang dinding yang
terasa dingin. Aku berada sekitar lima langkah dari ayah yang kulihat sedang
membuka gembok peti itu.
"Anakku,
inilah rahasia ayah." Kata ayah saat peti itu terbuka. "Kemarilah dan
lihat!"
Aku
mendekatinya. Tapi tiba-tiba aku mundur lagi beberapa langkah. Jantungku
seperti melompat keluar menembus dada. Tubuhku gemetar. Ada kerangka manusia di
dalam peti itu.
"Ayah,
kerangka siapa itu?"
"Inilah
ibumu."
Udara
seperti menggumpal di tenggorokanku. "Kenapa Ayah membunuh ibu?"
"Ayah
tidak membunuhnya. Ia meninggal saat melahirkanmu. Karena sangat mencintainya,
ayah meletakkannya di sini agar selalu dekat dengannya. Ayah telah berusaha
untuk mencari penggantinya, tapi tak seorang pun yang mampu mengalahkan
kecantikan ibumu."
Ayah
berlutut di samping peti. Ia mengusap kerangka ibu. Tubuhku kaku. Mataku
tertuju pada kerangka itu. Lalu kupalingkan pandangan ke arah ayah. Ia kini
tampak sangat tua dan keriput. Rambut putihnya seperti memanjang dan menyentuh
lantai.
Tiba-tiba
ayah mengangkat wajahnya, dan melihat padaku. Aku sedikit takut. Apakah ia
benar-benar ayahku.
"Ayah,"
kataku. "Apakah Ayah Mbah Suro?"
Tatapannya
penuh kepedihan. Lalu ia mengangguk.
***
JUDUL :
RUANG BAWAH TANAH
Unsur Instrinsik
1.
Tema : Kesetiaan
seorang suami terhadap istrinya
2.
Latar
Tempat :1.
Ruang bawah tanah.
Kutipan,"Mari kita ke ruang bawah
tanah. Akan ayah tunjukkan sebuah rahasia. Ayah ingin mati dengan perasaan
tenteram dan damai." Ruang bawah tanah?
Seketika kenangan tentang Mbah Suro mencuat. Ayah membuka pintu yang
selama ini digembok. Aku mengikuti langkah ayah yang sangat pelan. Rupanya ada
undakan-undakan seperti anak tangga yang menurun.
2. Ruang tamu.
Kutipan,”Tapi lambat laun pikiran
itu mengusik hatiku karena hampir setiap hari libur ada saja wanita yang
bertandang ke rumahku. Mereka selalu bercakap-cakap dengan ayah di ruang tamu.
3.
Kamar
Kutipan,”Anakku, kamu harus sopan dengan tamu-tamu
ayah. Siapa tahu salah satu dari mereka akan menjadi ibumu." Kata ayah
suatu malam saat aku sedang membaca cerita silat di tempat tidur.
a.
Waktu :1. Malam Hari.
Kutipan,” Malam hari menjelang tidur, aku bertanya
tentang ruangan itu pada ayah.
b.
Suasana :1. Menakutkan
Kutipan, ”Suatu hari, ketika hendak menuju
dapur, aku seperti mendengar suara perempuan merintih. Rasa penasaran timbul,
diselingi rasa ragu. Kudekati pintu ruang bawah tanah, dan kucoba melihat ke
dalam melalui lubang kunci. Gelap terlihat. Sambil menarik napas dan berdoa
kutekan gagang pintu. Keras. Lalu kulekatkan telinga kananku ke daun pintu
untuk mendengarkan suara itu lagi. Sesaat tak terdengar apa-apa, hanya jantungku
yang berdentum tak karuan.”
2. Sunyi
Kutipan, “Tiba-tiba rumah
seolah semakin sunyi dan ada angin yang menyapu kudukku. Secepat kilat aku
kabur dari tempat itu.”
3.
Menegangkan
Kutipan, “Aku mendekatinya. Tapi tiba-tiba aku mundur lagi
beberapa langkah. Jantungku seperti melompat keluar menembus dada. Tubuhku
gemetar. Ada kerangka manusia di dalam peti itu.”
4.
Mengharukan
Kutipan, “Ayah tidak membunuhnya. Ia meninggal saat melahirkanmu.
Karena sangat mencintainya, ayah meletakkannya di sini agar selalu dekat
dengannya. Ayah telah berusaha untuk mencari penggantinya, tapi tak seorang pun
yang mampu mengalahkan kecantikan ibumu." Ayah berlutut di samping peti.
Ia mengusap kerangka ibu. Tubuhku kaku. Mataku tertuju pada kerangka itu.
c.
social : Lima tahun kemudian aku lulus, dan langsung
bekerja sebagai reporter di sebuah
stasiun televisi
3.
sudut pandang : Orang
pertama pelaku utama
4.
tokoh & watak
a)
Si Aku :Suka melebih-lebihkan sesuatu
b)
Ayah :Setia, pemendam sesuatu
c)
Tetangga :Sangat percaya mistik
5.
Alur :Maju
6.
Amanat :Janganlah menyembunyikan sesuatu yang dapat
menimbulkan penyesalan
Unsur Ekstrinsik
1.
Nilai Sosial : Saat ayah dan anak berjauhan dan tidak
saling berkomunikasi.
Ketika
sang anak merindukan figur ibu
2.
Nilai religi : Kepercayaan pada mistik membuat kepercayaan pada Tuhan berkurang.
Pertanyaan
:
1.
Dikenalkahcerpen di Negara lain
?ada , maybe (iis)
2.
Temanyatidakcocok. Mistis
(secret) (nanda)
3.
Nilaireligidigantisamanilaimistis
(ekafeb)